A. Pendahuluan
Organisasi
dalam segala macam bentuk dan jenisnya dalam mewujudkan tujuan bersamadengan
seluruh elemen yang ada pasti pernah mengalami situasi yang tidak bisa
memuaskankeinginan semua orang yang terlibat dalam usaha mencapai tujuan
tersebut. Hal ini sangat wajarkarena di dalam organisasi terdiri dari berbagai
macam latar belakang suku, agama, etnis,budaya, sosial, ekonomi, politik, dan
bahkan negara yang berda-beda. Organisasi yang padaumumnya memiliki tingkat
heteroginitas tinggi, sangat potensial terhadap munculnya konflikbaik konflik
individu maupun konflik organisasi. Dalam interaksi sosial anatar individu
atauantar kelompok atau kombinasi keduanya, sebenarnya konflik merupakan hal
yang alamiah.Konflik yang ditimbulkan oleh masalah-masalah hubungan pribadi
yang kecil kadang-kadang memiliki dampak luas dalam suatu organisasi.
Secara
umum konflik tidak bisa dihilangkan sama sekali, tetapi hanya bisa ditekan atau
dikurangi kualitas, kuantitas, dan intensitasnya. Dalam kehidupan manusia
sehari-hari, konflik dapat timbul dan muncul kapan saja (pagi, siang, sore,
malam), dimana saja (di kantor, di rumah, di pasar, di sawah, di jalan, di
stasiun, di bandara, di terminal, di swalayan, di kawasan kumuh, di kawasan
elit, dan di istana) sekalipun. Konflik juga bisa dialami oleh siapa saja
(orang tua, remaja, anak-anak, pria, wanita, orang terpelajar, orang awam,
orang miskin, dan orang kaya atau jutawan) atau siapapun yang hidup
berinteraksi dengan orang lain. Dengan kata lain konflik merupakan realita
hidup, mau tidak mau, suka atau tidak, cepat atau lambat pada suatu saat dalam
menjalani kehidupannya orang pasti akan menghadapinya hanya saja tergantung
besar kecilnya tingkat konflik yang dihadapi.
Konflik
pada dasarnya berkaitan erat dengan perasaan (emosi) manusia, seperti
perasaandiabaikan, disepelekan, dan tidak dihargai oleh kawan seprofesi,
atasan, maupun terhadap orang-orang yang menjadi bawahan. Perasaan tidak
dihargai dan disepelekan seringkali muncul ketikadistribusi informasi
organisasi tidak terkomunikasikan dengan baik sesuai standar
operasioanlprosedur yang telah disepakati bersama. Keadaan seperti ini dapat
mempengaruhi seseorangdalam melakukan pekerjaan sehingga dapat membuat
seseorang menjadi sering berbuat salah.
B. Definisi
Konflik berasal dari bahasa
Laitn: Confligo, terdiri dari dua kata yaitu “con” berartibersama-sama
dan “fligo” yang berarti pemogokan, penghancuran atau peremukan.
Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata konflik berarti
pertentanganatau percekcokan. Sedangkan Dalam Concise English dictionary,
(1989), konflik di definisikan sebagai: a fight, acollision, a
struggle, a contest, opposition of interest, opinions or purposes,
mentalstrife, andagony.
(perkelahian, tabrakan, perjuangan, kontes, oposisi kepentingan, pendapat atau
tujuan,perselisihan mental, dan penderitaan.)
Dari beberapa
definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik adalah segala macaminteraksi
pertentangan antara dua atau lebih pihak. Dengan kata lain konflik merupakan
ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan
kelompok lain karena beberapa alasan/penyebab utama, yaitu tujuan yang ingin
dicapai. Disamping itu, sikap antagonistis dan kontroversi yang ditunjukkan
oleh seseorang dalam situasi dan peristiwa tertentu juga menjadi pemicu
munculnya konflik dalam suatu organisasi.
LATAR BELAKANG
MASALAH KONFLIK BERDARAH MESUJI
Keberadaan
Dusun Talang Gunung dengan penduduk asli masyarakat Lampung Mesuji yang aman,
tentram dan agamis, mulai terusik sejak Departemen Kehutanan untuk pertama
sekali melaksanakan pengukuran batas areal Kawasan Hutan Sungai Buaya Reg.45
pada Tata Guna Hutan kesepakatan (RTGHK) yang diusulkan oleh Gubernur KDH
Tingkat I Lampung dan memasukkan Dusun Talang Gunung menjadi Kawasan Hutan
sejak 1985, dengan diterbitkannya Keputusan Mnetri Kehutanan Ri No.
67/Lpts-II/1991 tanggal 31 Januari 1991, sedangkan Hasil pengukuran tata batas
1985-1987 disyahkan dengan Keputusan No.785/kpts-II/1993 tanggal 2 November
1993.
Dengan
adanya fakta secara obyektif dari seorang warga yang sering menemukan banyak
pelaksanaan Tata Batas areal berdasarkan kehendak Kehutanan dan Pemerintah Daerah
Tingkat I Lampung “tidak melibatkan masyarakat Dusun Talang Gunung”, sering
dilakukan penanaman pal batas pada malam hari dan mengikuti batas alam Sungai
Buaya dan sering kepergok/didapati sebagian penduduk, petugas pelaksaan
pengukuran dengan berbagai alasan untuk mengelabui penduduk agar dapat
terlaksananya tugas pengukuran serta pemasangan pal batas dan tuntasnya proyek
dengan mengabaikan keberadaan hak ulayat/adat atas tanah dan keberadaan Dusun
Talang Gunung.
Bahwa
Perluasan areal Kawasan Hutan Produksi Sungai Buaya Reg.45 dari keluasan semula
33.500 Ha menjadi 43.100 Ha tidak melalui prosedur penyerahan lahan oleh tokoh
masyarakat secara lisan maupun tertulis sebagai dasar hukum perluasan areal
serta bukan mengukur areal seluas 33.500 Ha.
Sejak
saat itu ketentraman, mata pencaharian dan kebebasan penduduk Dusun Talang
Gunung terusik oleh kegiatan pembukaan lahan. Intimidasi oleh pihak Perusahaan
sampai kepada isolasi mata pencaharian dari kebun, ladang dan mencari ikan
disepanjang sungai didalam areal tidak diperbolehkan serta komunikasi terhadap
masyarakat di luar Dusun Talang Gunung mulai mengalami proses pemeriksaan
pengamanan untuk menuju dan keluar Dusun karena melalui askses jalan HTI yang
semula adalah merupakan jalan yang dibangun dan dibuka serta dibiyai swadaya
masyarakat Dusun Talang Gunung sebelum adanya Kawasan Hutan/Rimba Larangan
Sungai Buaya.
Lahan
perambahan PT. BANGUN NUSA INDAH LAMPUNG adalah merupakan lahan usaha
perladangan masyarakat (sebelum dicaplok/diokupasi) Pemerintah. Pada akhirnya
terjadi gejolak, pembakaran perumahan dan kantor Perusahaan dan hilangnya nyawa
orang dilokasi ini pada tahun 1998 dan sampai saat ini masih ada penduduk dan
pemilik lahan yang mendekam di penjara akibat peristiwa ini.
Dalam
masalah ini Pemerintah kurang memberikan ketegasan dan kejujuran dalam
menyikapi peristiwa ini. Saya bersolusi bahwa pihak ketiga tidak seharusnya
berada dalama lingkup permasalahan yang tidak dalam tingkatan institusi.
Bilamana dengan cara penyampaian terang terangan secara jujur dan memberikan
sebuah solusi tanpa pengaruh dari pihak lain, dalam hal ini pihak ketiga, dari
dua belah pihak antara warga Desa Talang Gunung dengan Kebijakan Pemerintah,
dengan cara seperti memberikan fasilitas dan peningkatan kesejahteraan dari
pendidikan , kesehatan dan pengelolah SDM. Maka tidak akan dipungkiri lagi
Peristiwa berdarah yang tak perlu terjadi bisa dihindari.
KRONOLOGI
KEBERADAAN DAN
UPAYA PERMOHONAN
PENGEMBALIAN LAHAN/PELEPASAN TANAH
MASYARAKAT DUSUN
TALANG GUNUNG
KEPADA PEMERINTAH
(DEP. KEHUTANAN) SEJAK TAHUN 1997/1998
SAMPAI SEKARANG
TAHUN 2004
1.
KEBERADAAN DUSUN TALANG GUNUNG, KAMPUNG
/ DESA TALANG BATU KEC. MESUJI LAMPUNG
Desa
Talang Gunung termasuk wilayah Kampung/Desa Talang Batu berdiri sejak tahun
1918 keberadaannya diakui melalui Besloeit Van den Resudent der Lampongsche –
Districten de Fato 12 September 1918 No. 6185/5.1918 dan dihuni sejak tahun
1908, penunjukan dan pengakuan/ pengangkatan Kepala Kampung Talang Batu
diperkuat melalui Deze dient ten bewjize dat BAHOESIN bij besluit van den Resident der
Lampongsche – Districten de do 29 Agustus 1932 No.422 serta Volkstelling Van
1936 Bewijs Van Anstelling Van BAHOESIN GELAR TUAN PESIRAH menjadi Kepala
Kampung Talang Batu Wilayah ini termasuk dalam District Airlangga/Wiralaga
membawahi 22 Oemboeldan diakaui pada Besluitvan Residen Van Lampongsche
District tanggal 16 April 1941 No. 20/1941 oleh Van Flaatselijik Bestur Van
Menggala dan diketahui oleh De Controleur ter Beschikking Resident Van der
Lampongsche – District pada tanggal 15 April 1941 No.253 tentang Surat
Keterangan Persetujuan Kepala Kampung Talang Batu terhadap penunjukan Rimba
Larangan “Sungai Buaya” seluas 33.500 Ha dengan tidak memasukan umbul/dusun
serta garapan ke 22 umbul menjadi bagian dari Rimba Larangan/Kawasan Hutan
“Sungai Buaya” Reg.45 yang disyahkan Besluit Resident Lampung District No.249
tanggal 12 April 1940, ke 22 Oemboel ini adalah cikal bakal/awal lahirnya
pemukiman masyarakat asli Mesuji Lampung di Dusun Talang Gunung.
Bahwa
didalam garapan penduduk/lahan milik masyarakat dimaksud terdapat tanaman
karet, rotan, bambu, damar serta ladang dan statusnya adalah tanah masyarakat
yang tidak termasuk bagian dari Rimba Larangan/Kawasan Hutan tersebut sesuai
dengan surat Keterangan yang dibuat dan ditandatangani Kepala Kampung Talang
Batu pada tanggal 9 maret 1941.
Keberadaan
Dusun Talang Gunung dengan penduduk asli masyarakat Lampung Mesuji yang aman,
tentram dan agamis, mulai terusik sejak Departemen Kehutanan untuk pertama
sekali melaksanakan pengukuran batas areal Kawasan Hutan Sungai Buaya Reg.45
pada Tata Guna Hutan kesepakatan (RTGHK) yang diusulkan oleh Gubernur KDH
Tingkat I Lampung dan memasukkan Dusun Talang Gunung menjadi Kawasan Hutan
sejak 1985, dengan diterbitkannya Keputusan Mnetri Kehutanan Ri No.
67/Lpts-II/1991 tanggal 31 Januari 1991, sedangkan Hasil pengukuran tata batas
1985-1987 disyahkan dengan Keputusan No.785/kpts-II/1993 tanggal 2 November
1993.
2.
PERMASALAHAN YANG TIMBUL SEJAK
PENGUKURAN AREAL TAHUN 1985-1986 DAN 1986-1987 DAN KEPUTUSAN MENHUT
Banyak
pelaksanaan Tata Batas areal berdasarkan kehendak Kehutanan dan Pemerintah
Daerah Tingkat I Lampung “tidak melibatkan masyarakat Dusun Talang Gunung”,
sering dilakukan penanaman pal batas pada malam hari dan mengikuti batas alam
Sungai Buaya dan sering kepergok/didapati sebagian penduduk, petugas pelaksaan
pengukuran dengan berbagai alasan untuk mengelabui penduduk agar dapat
terlaksananya tugas pengukuran serta pemasangan pal batas dan tuntasnya proyek
dengan mengabaikan keberadaan hak ulayat/adat atas tanah dan keberadaan Dusun
Talang Gunung.
Pemerintah
merencanakan pemindahan penduduk di 3 dusun yaitu Tanjung Harapan, Pelita Jaya
dan Talang Gunung menjadi Transmigrasi Lokal ke Rawajitu dan 2 dusun telah
berajalan, tetapi khusus masyarakat Dusun Talang Gunung tidak mengkhendaki
pemindahan penduduk ke tempat yang disediakan tetapi memohon agar Pemerintah
membina dan mengeluarkan lahan garapan dan pemukiman, kuburan para leluhur,
fasilitas umum, sosial lainnya dari hasil pengukuran 1985-1987 tersebut.
Khusus
terhadap penduduk Dusun Pelita Jaya dan Tanjung Harapan yang telah dipindahkan
ke lokasi Translok Rawajitu pada umumnya adalah masyarakat pendatang dan hanya
menopang lahan garapan diatas lahan ulayat/adat masyarakat Dusun Talang Gunung.
Bahwa
Perluasan areal Kawasan Hutan Produksi Sungai Buaya Reg.45 dari keluasan semula
33.500 Ha menjadi 43.100 Ha tidak melalui prosedur penyerahan lahan oleh tokoh
masyarakat secara lisan maupun tertulis sebagai dasar hukum perluasan areal
serta bukan mengukur areal seluas 33.500 Ha.
Berdasarkan
fakta-fakta dilapangan dan diatas kertas sebagai bukti autentik/nyata maka
Pengukuran Batas dalam rangka Pengukuran Batas Kawasan Hutan Produksi Sungai
Buaya Reg 45 adalah cacat hukum karena asal muasal perluasan tidak clear and
clean. Proses Selanjutnya, bahwa
secara resmi Dusun Talang Gunung yang semula diluar Rimba Larangan/Kawasan
Hutan berdasarkan ketetapan Besluit Resident Van Lampongshe van District No.249
Tanggal 25 April 1940 menjadi kawasan Hutan Produksi Sungai Buaya Reg.45 secara
sepihak oleh pemerintah dan Dusun Talang Gunung berada di tengah areal
perluasan, areal Kawasan Hutan sejak 1985 sampai saat ini.
Bahwa
berdasarkan Keputusan Mentri Kehutanan RI No.668/Kpts-II/1991 tanggal 3 Oktober
1991 memberikan ijin HTI PT.SILVA LAMPUNG ABADI pada sebagian areal Kawasan
Hutan Produksi ini dan dilanjutkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan RI
NO.93/Kpts-II/1997 tanggal 2 november 1997 dengan luas areal kerja 43.100 Ha
yang didalamnya termasuk lahan garapan, kuburan leluhur, fasilitas sosial dan
umum serta pemukiman pendududuk Dusun Talang Gunung menjadi areal kerja
perusahaan tsb.
Sejak
saat itu ketentraman, mata pencaharian dan kebebasan penduduk Dusun Talang
Gunung terusik oleh kegiatan pembukaan lahan. Intimidasi oleh pihak Perusahaan
sampai kepada isolasi mata pencaharian dari kebun, ladang dan mencari ikan
disepanjang sungai didalam areal tidak diperbolehkan serta komunikasi terhadap
masyarakat di luar Dusun Talang Gunung mulai mengalami proses pemeriksaan
pengamanan untuk menuju dan keluar Dusun karena melalui askses jalan HTI yang
semula adalah merupakan jalan yang dibangun dan dibuka serta dibiyai swadaya masyarakat
Dusun Talang Gunung sebelum adanya Kawasan Hutan/Rimba Larangan Sungai Buaya.
Pada
tahun 1990 kegiatan PT. BANGUN NUSA INDAH LAMPUNG mulai mengokupasi/merambah
Kawasan Hutan ini dengan penanaman singkong. Proses seiring hanya diatas kertas
dan tindakan penyetopan tidak berjalan dan terputus begitu saja ?, hingga ± 11 tahun (1990-2001) tidak pernah ada
tindakan hukum secara nyata dan tegas terhadap perusahaan, tetapi terhadap
masyarakat Dusun Talang Gunung, hukum ditegakkan oleh aparat Kehutanan dan
aparat lainnya.
Lahan
perambahan PT. BANGUN NUSA INDAH LAMPUNG adalah merupakan lahan usaha
perladangan masyarakat (sebelum dicaplok/diokupasi) Pemerintah. Pada akhirnya
terjadi gejolak, pembakaran perumahan dan kantor Perusahaan dan hilangnya nyawa
orang dilokasi ini pada tahun 1998 dan sampai saat ini masih ada penduduk dan
pemilik lahan yang mendekam di penjara akibat peristiwa ini.
3.
PERMOHONAN PENGEMBALIAN LAHAN DAN
TUNTUTAN MASYARAKAT DUSUN TALANG GUNUNG AGAR LUAS KAWASAN HUTAN TERSEBUT
DIKEMBALIKAN KE LUAS SEMULA 33.500 Ha
Pada
proses okupasi/pengambilalihan areal usaha dan lahan pemukiman penduduk Dusun
Talang Gunung menjadi areal Kawasan Hutan Produksi Tetap (KHP) Sungai Buaya
Reg.45 dalam rangka pengukuhan, tata batas yang membidani lahirnya RTGHK
Propinsi Dati I Lampung melalui Surat Keputusan
Menteri Kehutanan RI NO.67/kpts-II/1991 tanggal 31 Januari 1991 yang
cacat hukum dalam prosesnya dilapangan tahun 1985/1986 dan 1986-1987, sedangkan
hasil tatabatasnya baru disyahkan dengan Keputusan No. 785/Kpts-II/1995 tanggal
22 November 1993. Intimidasi dan berbagai proses yang dialami masyarakat serta
pemberian ijin pelepasan areal Kawasan Hutan untuk Transmigrasi yang semula
merupakan tanah masyarakat dan tempat berlangsungnya proses pemenuhan kehidupan
dan hajat hidup masyarakat Dusun Talang Gunung membuat prosesnya disepakati
untuk membuka upaya penyadaran pihak Departemen Kehutanan untuk mengembalikan
areal diluar 33.500 Ha dikembalikan kepada masyarakat Dusun Talang Gunung, maka
melalui surat No.02/V/1998 tanggal 28 mei 1998 sampai No.05/VII/1998 tanggal 2
Juli 1998.
Berdasarkan
Surat Permohonan Kuasa Masyarakat Dusun Talang Gunung No.07/01/1999 tanggal 12
Januari 1999 untuk pengembalian tanah masyarakat dan menindaklanjuti Surat
Bupati KDH Tingkat II Tulangbawang No.590/46/01.4/TB/1999 tanggal 6 Februari
1999 maka kantor Wilayah Departemen Kehutanan Provinsi Lampung
menindaklanjutinya dan menurunkan tim Peninjauan lapangan dalam rangka
permohonan masyarakat Dusun Talang Gunung.
A.
Aspek Legalitas Kawasan
hutan
1.
Kawasan
Hutan Produksi Tetap (HP) Sungai Buaya (REG 45) ditunjuk berdasarkan Besulit
Resident Lampung District No.249 tanggal 12 April 1940 dengan luas ± 33.500
Hektar.
2.
Berdasarkan
dokumen tata batas menunjukan bahwa permasalahan lahan penduduk asli Dusun
talang Gunung ( 137 KK) dalam kawasan HP oleh Panitia batas hutan ( PTB ),
dimana masyarakat Talang Gunung akan di pindahkan ( Translokasi ).
3.
Kawasan
HP sungai buaya dikukuhkan oleh Menterki Kehutanan sesuai SK No.
785/Kpts-II/1993 tanggal 22 November 1993 dengan luas 43.100 Hektar.
B.
Aspek Legitimasi kawasan
Hutan
1.
Pembahasan
Panitia Tata Batas melibatkan unsur-unsur lintas sektor lingkup Kabupaten
sesuai Berita Acara Tata Batas ( BATB ).
2.
Pelaksanaan
pemancangan batas diumumkan kepada masyarakat sesuai BATB.
C.
Legalitas Pemanfaatan
Kawasan hutan
1.
Berdasarkan
SK Menhut No.688/Kpts-II/1991 tanggal 7 oktober 1991, PT Silva Lampung Abadi
memperoleh Hak pengusahaan Hutan Tanaman Industri ( HPHTI ) seluas ±32.600
hektar pada sebagian kawasan HP Sungai Buaya.
2.
Berdasarkan
SK Menhut No.688/Kpts-II/1991 tanggal 17 pebruari 1997, PT Silva Inhutani
Lampung ( Kerjasama PT Silva Lampung Abadi dengan PT Inhutani V ) mendapatkan
perluasan areal HPHTI sehingga luasnya menjadi ±43.100 Hektar,Mencakup Dusun
Talang Gunung dan Desa Talang Batu.
D.
Permasalahan
1.
Masyarakat
Talang Gunung mengajukan permohonan peninjauan kembali perluasan kawasan HP
Sungai Buaya REG.45 seluas ± 7000 Hektar di kembalikan kepada masyarakat Talang
Gunung.
2.
Menteri
Kehutanan dan Perkebunan sesuai surat No.1135/MENHUTBUN/VIII/2000 tanggal
24
Agustus 2000 menanggapi permohonan peninjauan kembali perluasan kawasan HP
Sungai Buaya Reg.45 Sebagai Berikut :
a.
Pemukiman/Desa
dan Fasilitas Umum dikeluarkan dari kawasan Hutan
b.
Areal
seluas ±7000 Hektar tersebut tetap sebagai kawasan hutan yang dapat dikelola
bersama dengan pola kemitraan antara masyarakat Talang Gunung dengan PT SIL.
c.
Merealisasikan
pola kemitraan diperlukan perjanjian kerjasama saling menguntungkan antara
kedua belah pihak termasuk kemungkinan penyelesaian kembali terhadap legalitas
areal seluas ±7000 hektar melalui SK Menteri Kehutanan.
3.
Upaya
Penyelesaian ini mendapat penolakan dari masyarakat karena masyarakat tetap
menuntut seluruh areal seluas ±7000 hektar dikeluarkan dari kawasan HP Sungai
Buaya Reg.45.
4.
Tahun
2005 Menteri kehutanan melalui suratnya tanggal 18 januari 2005 menegaskan
kembali intinya penyelesaian permasalahan Kawasan HP Sungai Buaya.
E.
Rencana Tindak Lanjut
Penyelesaian
1.
Terdapat
2 hal sebagai tindak lanjut atas solusi dalam surat Menhutbun yaitu :
a.
Penetapan
Enklave dan
b.
Kemitraan
Masarakat dengan PT SIL
2.
Mekanisme
penetapan enklave sbb :
a.
Pembentukan
PTB
b.
Identifikasi/inventarisasi
trayek batas enclave
c.
Tata
batas enklave
d.
Penetapan
enclave
3.
Pola
kemitraan, perlu dibahas lebih lanjut.
Kesimpulan
Bahwa terjadi
banyak pelanggaran- pelanggaran HAM yang di lakukan oleh aparat penegak hukum
dalam bentrokan antara warga dengan perusahan- perusahan yang berada di
Mesuji.pelanggaran itu berupa penembakan beberapa anggota masyarakat pada saat
mengamankan aksi masa yang berunjuk bentrok fisik itu.ya dalam hal ini aparat
penegak hukum yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin akan dikenai sanksi
berupa tertulis dan mutasi.bagi anggota polisi yang terbukti melalukan
penembakan akan dikenai sanksi pidana.
Saran
Ya saya
sebagai mahasiswa dan WNI yang baik,ingin memberi saran kepada pimpinan polri
dan jajarannya agar segera mengevaluasi tubuh polri.agar jangan sampai polri
yang sekarang menjadi tentara yang dulu pada era reformasi.yang mana pada saat
itu tentara di jadikan alat bagi penguasa.next pemerintah ya terutama
kementrian hukum dan ham,segera usut tuntas masalah sangketa tanah yang terjadi
di Mesuji.khususnya pelanggaran- pelanggaran HAM yang terjadi di sana.semoga
kasus mesuji ini yang terakhir kalinya dan pemerintah lebih bersifat objektif
dalam menangani sebuah kasus ini dengan seadil-adilnya. Dan kita sebagai
generasi muda harus belajar dari kesalahan dari generasi yang lalu agar tidak
terjadi lagi di masa datang, walaupun masalah ini belum ada solusi
terselesaikan.